PDIP Tak Akui SBY
PDIP Tak Akui SBY
Sebagai Tokoh Antikorupsi
Jawapos, Senin, 23 Apr 2007
JAKARTA - PKS melalui miladnya yang ke-9 di Jakarta pekan lalu menganugerahi Presiden SBY gelar tokoh pemberantasan korupsi. Namun, PDIP selaku partai oposisi dengan tegas menilai presiden belum layak menerima predikat prestisius tersebut. "Kami sangat menyesalkan SBY yang berani menerima anugerah itu. Padahal, lantai istana sudah jelas-jelas kotor," kata Ketua DPP PDIP Bidang Hukum dan HAM Firman Djayadaeli kepada Jawa pos kemarin.
Dia memberi contoh seputar polemik yang melibatkan Menkum HAM Hamid Awaluddin, Mensesneg Yusril Ihza Mahendra, dan Ketua PPATK Yunus Husein dalam kasus dana milik Tommy Soeharto sebesar USD 10 juta (sekitar Rp 91 miliar) di BNP Paribas, London. "Ironisnya, presiden seperti sengaja mengambangkan persoalan penting yang mengindikasikan terjadinya KKN di dalam istana sendiri," ujarnya.
Sikap presiden yang tidak jelas akhirnya menurun kepada KPK, kepolisian, dan kejaksaan yang terkesan sungkan-sungkan menuntaskan kasus tersebut. "Ini bukti konkret lemahnya komitmen presiden dan adanya fenomena tebang pilih dalam pemberantasan korupsi," tegasnya.
Menurut pandangan PDIP, lanjut Firman, presiden belum terlihat mengambil peran yang signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi.Firman menyebutkan banyak kasus korupsi di Indonesia yang melibatkan konglomerat besar dan politisi kuat tidak terselesaikan secara tuntas.
Bahkan, mayoritas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengindikasikan terjadinya korupsi di tubuh sejumlah departemen ternyata belum ditindaklanjuti. "Para pengusaha yang terkait kasus BLBI malah mendapat karpet merah di istana.
Jadi, atas dasar apa klaim tokoh pemberantasan korupsi itu," sindirnya. Menurut dia, pemerintahan SBY belum mampu menampilkan wajah penegakan hukum -terutama pemberantasan korupsi- yang benar-benar konkret.
Kalaupun SBY telah membuka izin pemeriksaan terhadap kepala daerah yang tersangkut korupsi, imbuh Firman, tidak pernah ada progress report yang disampaikannya secara terbuka. "Semua tak lebih dari politik tebar pesona.
Seakan-akan, pemerintah sudah pro-pemberantasan korupsi, padahal masih jauh dari yang diharapkan publik," tandasnya. Dia menilai, penganugerahan gelar tokoh pemberantasan korupsi kepada SBY dipenuhi subjektivitas politik. "Kami benar-benar kecewa. Permasalahan serius bangsa dijadikan komoditas politik yang penuh retorika begini," ujarnya. (pri)
Sebagai Tokoh Antikorupsi
Jawapos, Senin, 23 Apr 2007
JAKARTA - PKS melalui miladnya yang ke-9 di Jakarta pekan lalu menganugerahi Presiden SBY gelar tokoh pemberantasan korupsi. Namun, PDIP selaku partai oposisi dengan tegas menilai presiden belum layak menerima predikat prestisius tersebut. "Kami sangat menyesalkan SBY yang berani menerima anugerah itu. Padahal, lantai istana sudah jelas-jelas kotor," kata Ketua DPP PDIP Bidang Hukum dan HAM Firman Djayadaeli kepada Jawa pos kemarin.
Dia memberi contoh seputar polemik yang melibatkan Menkum HAM Hamid Awaluddin, Mensesneg Yusril Ihza Mahendra, dan Ketua PPATK Yunus Husein dalam kasus dana milik Tommy Soeharto sebesar USD 10 juta (sekitar Rp 91 miliar) di BNP Paribas, London. "Ironisnya, presiden seperti sengaja mengambangkan persoalan penting yang mengindikasikan terjadinya KKN di dalam istana sendiri," ujarnya.
Sikap presiden yang tidak jelas akhirnya menurun kepada KPK, kepolisian, dan kejaksaan yang terkesan sungkan-sungkan menuntaskan kasus tersebut. "Ini bukti konkret lemahnya komitmen presiden dan adanya fenomena tebang pilih dalam pemberantasan korupsi," tegasnya.
Menurut pandangan PDIP, lanjut Firman, presiden belum terlihat mengambil peran yang signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi.Firman menyebutkan banyak kasus korupsi di Indonesia yang melibatkan konglomerat besar dan politisi kuat tidak terselesaikan secara tuntas.
Bahkan, mayoritas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengindikasikan terjadinya korupsi di tubuh sejumlah departemen ternyata belum ditindaklanjuti. "Para pengusaha yang terkait kasus BLBI malah mendapat karpet merah di istana.
Jadi, atas dasar apa klaim tokoh pemberantasan korupsi itu," sindirnya. Menurut dia, pemerintahan SBY belum mampu menampilkan wajah penegakan hukum -terutama pemberantasan korupsi- yang benar-benar konkret.
Kalaupun SBY telah membuka izin pemeriksaan terhadap kepala daerah yang tersangkut korupsi, imbuh Firman, tidak pernah ada progress report yang disampaikannya secara terbuka. "Semua tak lebih dari politik tebar pesona.
Seakan-akan, pemerintah sudah pro-pemberantasan korupsi, padahal masih jauh dari yang diharapkan publik," tandasnya. Dia menilai, penganugerahan gelar tokoh pemberantasan korupsi kepada SBY dipenuhi subjektivitas politik. "Kami benar-benar kecewa. Permasalahan serius bangsa dijadikan komoditas politik yang penuh retorika begini," ujarnya. (pri)
Labels: DPP PDIP
0 Comments:
Post a Comment
<< Home